Gerombolan Ekstremis Buddha Myanmar Halang-Halangi Muslim Rohingya Pergi Haji
Gerombolan
Ekstrimis Buddha di Myanmar baru-baru ini berupaya mencegah umat Muslim
Rohingya untuk menunaikan ibadah Haji ke tanah Haram, Makkah.
Mengutip laporan Arakan News yang
mengabarkan bahwa 13 Muslim Rohingya dari kota Maungdaw serta 8 Muslim Rohingya
dari Kota Buthidaung sedang menyusuri rute selatan di kota Maungdaw dengan
sebuah bus dalam perjalanan menuju Akyab, ibu kota negara bagian Rakhine yang
berpenduduk mayoritas Muslim, namun rombongan Haji Rohingya itu tiba-tiba
dikejutkan oleh sekelompok ekstrimis Buddha yang mengelilingi bus mereka dan
menghalangi jalan, untuk mencegah mereka meninggalkan kota Maungdaw.
Padahal fakta terurai jelas bahwa umat Islam tersebut
berangkat Haji ke Mekkah setelah menerima izin resmi pemerintah dari
Kementerian Urusan Agama Myanmar.
Selama insiden tersebut, pasukan keamanan Myanmar turun
tangan dan memerintahkan umat Muslim untuk kembali ke rumah-rumah mereka dengan
mengatakan bahwa pasukan keamanan tidak setuju dan menolak izin pemerintah yang
mengizinkan mereka pergi Haji.
Sementara itu, Myanmar telah mengerahkan ratusan tentara
untuk meningkatkan keamanan di negara bagian Rakhine di Barat Laut, tindakan
pengerahan militer ini tentunya memicu kekhawatiran akan lebih banyaknya tindak
kekerasan terhadap umat Islam di wilayah yang bergolak itu.
Rakhine dilanda kekerasan Oktober lalu ketika pasukan
keamanan Myanmar memulai operasi brutal terhadap Muslim Rohingya di mana
tentara pemerintah melakukan pemerkosaan, pembunuhan, penyiksaan dan penjarahan
di seluruh wilayah tersebut.
Penindasan Rohingya Terstruktur dan Sistematis
Pelapor khusus HAM PBB di Myanmar, Yanghee Lee, pada Jumat
(20/01/2017) mengatakan bahwa pemberontakan bersenjata di negara bagian Rakhine
disebabkan karena diskriminasi selama beberapa dekade lamanya yang dilembagakan,
tersturktur dan sistematis terhadap Muslim Rohingya.
Undang-Undang tahun 1982 menolak hak-hak etnis Rohingya –
banyak di antara mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi,
namun hak kewarganegaraan mereka tak diakui, status mereka stateless [tanpa
negara]. Situasi ini juga menghilangkan kebebasan Rohingya bergerak, dari akses
pendidikan hingga layanan kesehatan yang sangat minim, bahkan otoritas Myanmar
terus melakukan penyitaan sewenang-wenang terhadap properti milik mereka.
Diperkirakan 1,1 juta Muslim Rohingya tinggal di Rakhine,
di mana mereka dianiaya, dan menjadi minoritas etnis tanpa negara.
Pemerintah Myanmar secara resmi tidak mengakui Rohingya, menyebut mereka
imigran Bengali sebagai imigran ilegal, meskipun ketika dilacak akar sejarahnya,
etnis Rohingya telah lama hidup dan tinggal di Myanmar selama beberapa
generasi.
Minoritas Etnis Paling Tertindas
John McKissick, seorang pejabat Badan pengungsi PBB yang
berbasis di Bangladesh, mengatakan etnis Rohingya adalah “minoritas etnis yang
paling tertindas di dunia.”
Bahkan sebuah rencana Kepolisian akhir tahun lalu
mengumumkan untuk mempersenjatai dan melatih kekuatan sipil para warga
non-Muslim dari Arakan, dan hal ini cenderung meningkatkan ketegangan
sektarian.
Kekerasan sangat mempengaruhi Muslim Rohingya. Sekitar
100.000 masih hidup dalam keterbatasan di tempat-tempat kumuh di mana mereka
dilarang pergerakannya, dibatasi aksesnya terhadap pendidikan dan kesehatan.
Puluhan ribu Rohingya telah melarikan diri dengan perahu, banyak dari mereka
meregang nyawa di lautan yang berbahaya.
Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar sejak
pertengahan 2012 setelah kekerasan komunal pecah di Rakhine antara etnis
Rakhine Buddha dan Muslim Rohingya, menewaskan lebih dari 100 orang dan memaksa
sekitar 140.000 Muslim Rohingya mengungsi.
Menurut perhitungan lainnya, Kekerasan tahun 2012 tersebut
membuat sekitar 57 Muslim dan 31 Buddha tewas, sekitar 100.000 korban lainnya
mengungsi di kamp-kamp dan lebih dari 2.500 rumah dihancurkan -. yang sebagian
besar milik Muslim Rohingya
Laporan-laporan penargetan disengaja dan pembunuhan tanpa
pandang bulu serta penangkapan warga sipil Rohingya, penghancuran rumah-rumah
dan bangunan keagamaan, juga pelecehan sesual pada perempuan Rohingya oleh
pasukan militer harus diselidiki sepenuhnya oleh masyarakat internasional,
karena tindakan-tindakan itu sama saja dengan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sementara itu menurut UN’s Office for the Coordination of
Humanitarian Affairs [UNCHA], saat ini terdapat lebih dari 87.000 Muslim
Rohingya terpaksa mengungsi, sebagian tidak memiliki kewarganegaaraan resmi.
Di antara mereka, setidaknya 21.000 orang diperkirakan
mengungsi di daerah dekat perbatasan barat Myanmar dengan Bangladesh.
Kekerasan di negara bagian Rakhine menuai kecaman keras
internasional terhadap pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi,
dirinya dianggap kurang proaktif dalam membantu anggota minoritas Muslim
Rohingya, yang ditolak kewarganegaraannya di Myanmar yang didominasi umat
Buddha itu.
Pemimpin de facto pemerintah Myanmar, Aung San Suu Kyi,
telah membuat beberapa komentar publik tentang krisis Rohingya ini. Sementara
pendukung hak asasi manusia internasional terus mengkritik keras diamnya Suu
Kyi. Para analis politik mengatakan masalah ini menunjukkan terbatasnya
kekuatan Suu Kyi dan Partai NLD dalam peemrintahan, pihak militer Myanmar masih
mengontrol Kementerian-Kemeneterian kunci seperti Kementrian Dalam Negeri,
Kementerian Urusan Perbatasan dan Kementerian Pertahanan.
Partai NLD, pimpinan Suu Kyi, mengambil alih kekuasaan
pada bulan April 2016, setelah berhasil memenangkan pemilihan umum tahun lalu,
kepemimpinan NLD ini membawa Myanmar mengakhiri puluhan tahun kekuasaan rezim
militer. Peristiwa baru-baru ini di negara bagian Arakan, serta konflik baru di
bagian timur negara itu, antara tentara Myanmar dan kelompok pemberontak etnis,
telah menyebabkan banyak pertanyaan, siapakah yang sebenarnya memegang kendali
pemerintahan Myanmar?
Dikutip
dari panjimas.com
0 Response to "Gerombolan Ekstremis Buddha Myanmar Halang-Halangi Muslim Rohingya Pergi Haji"
Post a Comment